Senin, 10 November 2014

KAJIAN TENTANG GHIBAH



Apa itu ghibah?
Ghibah itu termasuk dosa besar. Namun perlu dipahami artinya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).
Ghibah kata Imam Nawawi adalah menyebutkan kejelekan orang lain di saat ia tidak ada saat pembicaraan. (Syarh Shahih Muslim, 16: 129).
Dalam Al Adzkar (hal. 597), Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar dikhalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain. Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melakui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu.”
Bahkan dikatakan dalam Majma’ Al Anhar (2: 552), segala sesuatu yang ada maksud untuk mengghibah termasuk

Memasang Kijing, Marmer, dan Atap di Atas Kubur

Di antara sikap berlebih-lebihan terhadap kubur baik terhadap kubur orang sholih atau pun lainnya adalah memasang kijing di atas kubur atau memberikan atap atau rumah di atasnya. Hal ini sudah diingatkan oleh para ulama sejak dahulu bahkan juga oleh ulama madzhab Syafi’i. Namun apa yang terjadi pada kubur para kyai, ustadz, sunan, wali atau tokoh ulama di negeri kita yang disikapi secara berlebih-lebihan dengan didirikan bangunan istimewa di atasnya. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti terlarangnya hal tersebut sejak dulu kala.



Dalil Pendukung
Beberapa dalil berikut sebagai pendukung larangan meninggikan kubur dan membuat bangunan atau rumah atau kijing (marmer) di atas kubur.
Pertama, perkataan ‘Ali bin Abi Tholib,
عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaj Al Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan

Banyak Siksa Kubur Disebabkan Kencing yang Tidak Bersih

Kebanyakan yang disiksa di dalam kubur karena kencing yang tidak bersih dan tidak beres. Hal ini pun menunujukkan keyakinan seorang muslim akan adanya siksa kubur.
Hadits berikut disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Bulughul Marom saat membahas bab “Buang Hajat”.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ – رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ
وَلِلْحَاكِمِ: – أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ – وَهُوَ صَحِيحُ اَلْإِسْنَاد ِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut.” Diriwayatkan oleh Ad
Daruquthni.




Diriwayatkan pula oleh Al Hakim, “Kebanyakan siksa kubur gara-gara (bekas) kencing.” Sanad hadits ini shahih.
Ad Daruquthni mengatakan bahwa yang benar hadits ini mursal. Sanad hadits ini tsiqoh selain Muhammad bin Ash Shobah. Imam Adz Dzahabi berkata dalam Al Mizan bahwa hadits dari Muhammad bin Ash Shobah ini munkar. Seakan-akan beliau merujuk pada hadits ini.
Sedangkan lafazh kedua dikeluarkan oleh Ahmad, Ad Daruquthni, dan Al Hakim dari jalur Abu ‘Awanah, dari Al A’masy, dari Abu Sholih, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kebanyakan siksa kubur karena kencing.”
Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim dan ia katakan bahwa hadits tersebut tidak diketahui memiliki ‘illah (cacat). Namun hadits ini tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadits ini memiliki penguat dari hadits Abu Yahya Al Qotton.
At Tirmidzi dan Bukhari ditanya mengenai hadits ini, mereka katakan bahwa hadits ini shahih. Begitu pula Ad Daruquthni mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Wajibnya membersihkan diri dari bekas kencing. Hendaknya kencing tersebut benar-benar dibersihkan dari badan, pakaian atau tempat shalat. Tidak boleh gampang-gampang dalam hal pembersihan ini. Karena terlalu