Kamis, 09 Oktober 2014

KISAH SAHABAT NABI ABU BAKAR AS-SIDDIQ R.A.



Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Abu Bakar R.A. adalah orang terbaik kedua setelah Nabi Muhammad S.A.W. Pengabdian dan pengorbanannya untuk Islam tidak tertandingi, bahkan Rasulullah S.A.W. bersabda jika keimanan seluruh penduduk dunia ditempatkan dalam satu sisi timbangan, dan keimanan Abu Bakar ditempatkan di sisi lainnya, maka keimanan Abu Bakar akan mengalahkan beratnya keimanan seluruh penduduk dunia. Hanya satu amal baik Abu Bakar R.A. dapat mengalahkan SEMUA AMAL BAIK Umar bin Khatab al Faruq R.A., meskipun kita tahu Umar al Faruq R.A. bukanlah orang biasa. 

Dalam hadist Tabarani diriwayatkan bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda kepada Umar R.A.: "Nabi Muhammad S.A.W. bersabda kepadaku pada suatu ketika, ‘Wahai Umar, Jibril A.S. telah datang kepadaku. Dan aku bertanya kepada Jibril: ‘Wahai Jibril, ceritakan padaku keutamaan Umar R.A. di surga. Jibril A.S. berkata kepadaku ‘Ya Rasulullah S.A.W., jika aku terus-menerus menceritakan keutamaan Umar kepadamu selama 950 tahun, keutamaan Umar tidak akan habis diceritakan. Dan ingatlah bahwa amal baik umar hanyalah satu amal baik dari amal-amal baik Abu Bakar R.A.’”

  • Abu Bakar R.A. merupakan orang kedua setelah Nabi Muhammad S.A.W. 
  • Bukankah dia yang beriman kepada Allah setelah Nabi Muhammad S.A.W.? 
  • Bukankah Abu Bakar R.A. adalah orang yang tetap teguh ketika berhijrah setelah Rasulullah S.A.W.? 
  • Bukankah Abu Bakar R.A. adalah orang yang paling teguh setelah Rasulullah S.A.W. di dalam gua Jabal Thawr ketika Rasulullah dan dirinya dikejar-kejar orang-orang kafir? 
  • Bukankah Abu Bakar R.A. adalah orang kedua yang paling beriman kepada perjalanan Mi’raj setelah Nabi Muhammad S.A.W.? 
  • Bukankah Abu Bakar R.A. adalah pemimpin umat Muslim yang kedua setelah Nabi Muhammad S.A.W.? 
  • Bukankah Abu Bakar R.A. adalah orang kedua yang wafat setelah Nabi Muhammad S.A.W.? 
  • Bukankah Abu Bakar R.A. yang kedua disebutkan di dalam Al-Qur’an setelah Rasulullah S.A.W.?
  • Bukankah dia lahir setelah Nabi Muhammad S.A.W. yang lahir di hari Senin, sementara dia lahir di hari Selasa? Nabi Muhammad S.A.W. lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal dan Abu Bakar R.A. lahir pada tanggal 13 Rabiul Awwal.
  • Begitu juga komitmen, pengabdian, dan pengorbanan Abu Bakar R.A. adalah yang paling besar kedua setelah Nabi Muhammad S.A.W.

Dan ketika seseorang membaca kitab hadist atau buku-buku tentang Abu Bakar R.A., kita dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad S.A.W. dipilih oleh Allah S.W.T., begitu juga Abu Bakar R.A. dipilih oleh Allah S.W.T., dia dipilih untuk mengabdi dan berkorban untuk Islam, dia dipilih untuk membela Nabi Muhammad S.A.W. di sepanjang waktu, 

Qadhi Abul Hassan Ahmad ibn Muhammad az Zubaidi menulis dalam kitabnya, bahwasanya Abu Hurairah R.A. berkata “Kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul di sekeliling Nabi Muhammad S.A.W., dan Abu Bakar R.A. bersumpah demi nyawa Rasulullah S.A.W. ‘Ya Rasulullah S.A.W., tidak pernah aku bersujud di hadapan berhala, bahkan di masa jahiliyah sekalipun.” 

Karena mendengar ini, Umar marah dan membalas perkataannya “Wahai Abu Bakar, kau mengatakan hal ini dan bersumpah demi hidup Rasulullah S.A.W. bahwa kau tidak pernah bersujud di hadapan berhala, tapi aku pernah melihatmu berjalan ke tempat penyembahan berhala di masa-masa jahiliyah.”

Abu Bakar R.A. berkata “Ya Umar, itu tidak seperti yang kau kira. Ayahku, Abu Quhafa membawaku. Dia menuntun tanganku dan membawaku ke salah satu tempat penyembahan berhala. Kemudian dia memberitahuku ‘berhala itu adalah tuhanmu. Bersujudlah kepadanya.’ Ayahku meninggalkanku disana seorang diri. Aku mendekati berhala itu dan meminta makanan, minuman, dan pakaian. Dan ketika berhala itu tidak menjawab, aku mengambil sebuah batu dan melemparnya ke berhala itu. Ketika ayahku melihat apa yang telah kulakukan, dia marah dan menamparku, kemudian ayahku membawaku kepada ibuku dan menceritakan kejadian ini dengan tujuan agar ibuku memarahiku.

Tapi ternyata ibuku malah memelukku dan berkata ‘Ya Abu Quhafa, jangan berkata buruk kepada anakku, karena ketika dia lahir, aku menerima sambutan kepada anak ini. Sebuah suara yang tanpa pemilik terdengar “Wahai wanita hamba Allah, selamat karena kelahiran anakmu, yang bernama “Shiddiq” di langit, yang merupakan seorang sahabat dari Muhammad S.A.W.”

Juga Abu Bakar R.A. pernah berkata: “Sebelum Nabi Muhammad S.A.W. menerima wahyu kenabian, aku bepergian ke Yaman. Dan aku menemui seorang ahli kitab. Ketika ahli kitab ini melihatku, dia berkata ‘Tampaknya kau berasal dari Haram.’ Aku berkata “Ya, aku dari Haram.” Kemudian ahli kitab itu berkata “Tampaknya kau berasal dari suku Quraisy?” Aku berkata “Ya.” Kemudian dia berkata “Tampaknya kau berasal dari klan Taym?” Aku berkata “Ya.”

Abu Bakar berkata “Mengejutkan karena setelah dia mengatakan demikian, dia berkata ‘Hanya satu tanda yang belum kulihat.’ Aku bertanya padanya ‘tanda apa itu?’ Dia berkata ‘tunjukkan perutmu.’” Aku menolak dan bertanya ‘Kau harus memberitahuku dulu, kenapa aku harus menunjukkan perutku?’ Kemudian dia berkata padaku ‘aku membaca di dalam kitab suci, bahwa seorang nabi akan diutus di Haram, dan dua orang akan bersama nabi ini dan menolongnya di sepanjang waktu. Yang satu adalah anak muda, dan yang kedua adalah orangtua paruh baya. Dan untuk orang yang paruh baya, tubuhnya kurus dan punya kulit yang sangat putih. Dia punya tanda di atas perutnya, dia juga punya tanda di paha kirinya. Aku telah melihat semua tanda yang tersembunyi. Tunjukkan aku perutmu.’ Aku menunjukkan perutku dan melihat ada tanda di atas perutku. Dia bersumpah demi Tuhan dari Ka’bah ‘aku bersumpah demi Tuhan dari Ka’bah bahwa kaulah orangnya yang telah disebutkan dalam kitab suci kami.’ Kemudian dia memberiku nasihat yang baik. Dan setelah menyelesaikan pekerjaanku, aku meninggalkan Yaman dan berjalan menuju Makkah Tul Mukarramah, dan aku menunggu kedatangan nabi terakhir ini.”

Dan ketika dia tahu bahwa nabi terakhir ini tidak lain tidak bukan adalah teman masa kecilnya, yaitu Muhammad bin Abdullah S.A.W. yang telah menerima wahyu dari Allah, maka tanpa keraguan sedikit pun, Abu Bakar R.A. langsung beriman dan mengucapkan kalimat La ilaha ilallah muhammadar rasulullah.

Keimanan yang begitu besar sampai-sampai pada suatu ketika Jibril A.S. turun dari langit dan berkata kepada Nabi Muhammad S.A.W. “Ya Muhammad S.A.W., Allah menyampaikan salamnya padamu, dan Allah berfirman padamu ‘katakan kepada putra Abu Quhafa bahwa Allah S.W.T. meridhoinya.’”

Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad S.A.W. “Setiap orang yang kuundang ke dalam Islam akan mempunyai keraguan atau paling tidak mempunyai pertanyaan tentangku atau Islam. Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang tidak bertanya apapun ketika aku mengundangnya, tidak ada keraguan sedikitpun, dia beriman dan mengucapkan kalimat La ilaha ilallah muhammadar rasulullah.”

Dan karena hal ini, dia diberikan gelar Shiddiq (yang paling jujur dan paling saleh), karena dia tidak pernah sekalipun meragukan sabda Rasulullah S.A.W. sampai-sampai diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad S.A.W. baru saja menggerakkan bibirnya, dan sebelum Nabi Muhammad S.A.W. mengucapkan apa yang ingin disabdakannya, Abu Bakar R.A. langsung berkata “Nabi Muhammad S.A.W. telah berbicara benar.”

Sampai-sampai ketika Nabi Muhammad S.A.W. pergi ber Mi’raj, dalam satu malam Nabi Muhammad S.A.W. pergi dari Makkah Tul Mukarramah, Masjidil Haram, ke Masjidil Aqsa di Yerussalem, dan dari sana dia naik ke langit, dan kembali. Ketika dia S.A.W. menceritakan kisah ini kepada orang-orang kafir (penyembah berhala), mereka mencemooh dan tidak percaya dengan kata-kata Nabi Muhammad S.A.W., sampai-sampai orang yang imannya lemah keluar dari Islam dan tidak mau percaya kepada Nabi Muhammad S.A.W. Dan orang-orang kafir tahu bahwa Nabi Muhammad S.A.W. mendapatkan dukungan penuh dari Abu Bakar R.A. dan dialah satu-satunya yang membela Nabi Muhammad S.A.W. di sepanjang waktu. Jadi mereka datang dan menceritakan kisah ini kepada Abu Bakar R.A. “Ya Abu Bakar, apakah kau tahu apa yang dikatakan temanmu? Dia berkata dalam satu malam dia berjalan dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Yerussalem, dan dia kembali dalam satu malam.”

Abu Bakar R.A. menjawab “Jika temanku berkata demikian, maka dia telah berkata benar. Wahai orang-orang kafir, kalian telah datang kepada Abu Bakar hari ini, Demi Allah, aku mempercayainya dalam hal-hal yang jauh lebih besar daripada ini! Aku mempercayai wahyu yang datang kepadanya setiap pagi dan sore dari langit, dan kalian pikir kalian bisa menjauhkanku dari Islam karena dia menceritakan kisah ini? Jika dia telah berkata demikian, maka dia telah bicara jujur.”

Inilah mengapa dia disebut Shiddiq. Dia memeluk Islam tanpa takut dengan bencana yang akan menimpanya dan semua masalah yang akan dia hadapi. Karena keimanannya yang begitu besar, tidak ada rasa takut di dalam hatinya. Hal ini terbukti ketika dia mendatangi Nabi Muhammad S.A.W. dan berkata “Ya Rasulullah S.A.W., kita harus berdakwah terang-terangan.”

Nabi Muhammad S.A.W. menjelaskan “Ya Abu Bakar, bukan sekarang waktunya. Jumlah umat Muslim masih sangat sedikit di Mekkah. Biarlah kita jadi kuat dahulu, barulah kita menyampaikan pesan Allah secara terang-terangan.”

Abu Bakar R.A. terus memaksa sampai akhirnya Nabi Muhammad S.A.W. memberikan izin, padahal baru ada 39 Muslim yang ada di muka bumi waktu itu. Kemudian Abu Bakar R.A. pergi ke Masjidil Haram, di hadapan orang-orang kafir dan pemimpin mereka, dia menyampaikan dakwahnya secara terang-terangan. 

Ketika dia baru mulai berdakwah, orang-orang kafir menerjangnya dan memukulinya, menendangnya, menginjak-injaknya. Abu Bakar menerima begitu banyak pukulan sampai-sampai di dalam hadist dikatakan “Abu Bakar R.A. bersimbah darah dari ujung kepala hingga ujung jari.”Mereka memukulinya sampai dia pingsan dan setiap orang yang ada di Masjidil Haram merasa bahwa Abu Bakar tidak mungkin bertahan hidup setelah penyerangan ini, sampai-sampai anggota klan-nya datang dan membawanya, dan mereka berseru di Masjidil Haram bahwa jika Abu Bakar meninggal, maka klannya akan membunuh Utbah bin Rabiah karena telah mendalangi penyerangan ini.

Abu Bakar R.A. tidak sadarkan diri. Keluarganya berusaha membuatnya sadar namun dia tetap tak sadarkan diri. Di sepanjang hari sampai sore hampir berakhir, dia tetap tak sadarkan diri. Dan akhirnya ketika dia siuman, hadist mencatat bahwa kata-kata pertamanya adalah “Wahai keluargaku, katakan bagaimana keadaan Nabi Muhammad S.A.W.?”

Anggota keluarganya dan anggota klannya mendiskusikan hal ini... Sepanjang hari Abu Bakar berada dalam keadaan sekarat, dia dipukuli dengan begitu beringas, semua ini terjadi karena rasa cintanya kepada Muhammad bin Abdullah S.A.W. Dia baru siuman dan masih lemah, tapi satu-satunya orang yang dia pikirkan adalah Muhammad S.A.W. Dia terus-menerus bertanya “Wahai ibu, katakan padaku bagaimana keadaan Rasulullah S.A.W.?” Ketika ibunya memberitahunya “Aku tidak tahu bagaimana keadaan sahabatmu.”

Dia berkata “Pergilah ke Ummi Jamil (saudara Umar) yang juga telah masuk Islam, pergilah kepadanya dan tanyakan padanya, dia telah masuk Islam secara sembunyi-sembunyi.” Ketika ibunya pergi kepada Ummi Jamil, dia berkata “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, aku tidak kenal siapa itu Abu Bakar, dan aku tidak kenal dengan Muhammad bin Abdullah.”

Meski berkata begitu, dia datang untuk melihat keadaan Abu Bakar R.A., dan ketika dia melihatnya dalam keadaan sekarat, dia tidak dapat menyembunyikan keimanannya, dia mulai menjerit dan menangis, dan Abu Bakar berkata “Ya Ummi Jamil, kau telah melihat Rasulullah S.A.W., katakan padaku bagaimana keadaan Rasulullah?” Ketika dia diberitahu bahwa Rasulullah S.A.W. baik-baik saja dan sedang berada di Darul Arqa, dia tidak tenang dan bersumpah “Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sampai aku melihat wajah Rasulullah S.A.W., sampai aku melihat bahwa Nabi Muhammad S.A.W. baik-baik saja dan berada di tempat yang aman.” Ibunya khawatir karena Abu Bakar R.A. tidak mau makan dan minum, dan ibunya tahu bahwa tidak mungkin dia membatalkan sumpahnya karena dia telah menyebut nama Allah.

Karena Abu Bakar R.A. masih lemah dan jalan terlihat aman, maka ibunya membawanya ke tempat Rasulullah S.A.W. Dan ketika dia melihat wajah Rasulullah S.A.W. yang dirahmati, dia merasa tenang. Dia mendekap Nabi Muhammad S.A.W. dan menangis sedalam-dalamnya, sehingga Nabi Muhammad S.A.W. juga ikut menangis. dan semua sahabat dan para Muslim lemah yang ada disana juga ikut menangis. Kemudian dia bertanya “Ya Rasulullah S.A.W., ini adalah ibuku, dia selalu merawatku dengan baik, kau adalah orang yang dirahmati. Ya Rasulullah, undanglah dia ke dalam Islam dan berdo’alah kepada Allah S.W.T. agar mengabulkan do'amu dan menyelamatkan ibuku dari api neraka.” Nabi Muhammad S.A.W. mengangkat tangannya dan kemudian ibunya Abu Bakar R.A. mengucapkan kalimat La ilaha ilallah muhammadar rasulullah.

Karena keberaniannya, Ali R.A. berkata “Hanya satu jam bersama Abu Bakar lebih baik daripada seluruh bumi yang dipenuhi orang-orang beriman seperti orang-orang beriman pada masa Fir’aun.” Hari ini ada milyaran umat Muslim. Kemudian terjadi peristiwa 9/11 dan kita mulai kehilangan identitas kita. Tiba-tiba umat Islam yang kuat menjadi lemah, mereka mencukur jenggotnya, mereka melepaskan identitas muslimnya. Padahal pada masa itu belum ada milyaran Muslim, baru ada 39 Muslim di muka bumi ketika Abu Bakar R.A. menyatakan keimanannya secara terbuka dan berdakwah/menyampaikan pesan Allah di antara orang-orang kafir.

Segalanya dia korbankan untuk Islam, dia mengorbankan kekayaannya untuk Islam, dia mengorbankan anak dan istrinya untuk Islam, bahkan dia tidak menyisakan apa-apa untuknya, dia menyumbangkan semuanya untuk Islam.

Dalam hadist Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, dan Imam Hakim, derajat hadist ini hasan sahih. Umar R.A. meriwayatkan bahwa pada suatu ketika ada perkumpulan di masjid bersama Nabi Muhammad S.A.W. Nabi Muhammad S.A.W. meminta kepada para sahabat R.A. untuk bersedekah di jalan Allah S.W.T. Nabi Muhammad S.A.W. butuh dana untuk mempersiapkan para Mujahidin dan mengirim mereka untuk melawan orang-orang kafir di Tabuk. Tabuk berjarak sekitar 700 km dari Madinah. Umar R.A. berkata “Aku begitu bahagia ketika Nabi Muhammad S.A.W. mengumumkan ini karena pada waktu itu aku mempunyai kekayaan. Dan aku berpikir bahwa hari inilah kesempatanku untuk mengalahkan Abu Bakar dalam berbuat kebaikan. Aku akan mengalahkan Abu Bakar karena dia tidak punya harta benda yang banyak, sehingga aku dapat menyumbang lebih banyak di jalan Allah S.W.T. Kemudian aku pulang ke rumah dan menceritakan hal ini kepada istriku. Dan segala yang kami punya, aku membaginya dengan takaran yang sama. Aku meninggalkan setengah hartaku untuk keluargaku, kemudian setengahnya lagi kupikul dengan bahuku ke masjid. Ketika Nabi Muhammad S.A.W. melihatku membawa harta benda di bahuku, dia bertanya: ‘Ya Umar, apa yang kau bawakan untukku dan apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?’”

Aku menjawab “Ya Rasulullah S.A.W., aku telah meninggalkan sesuatu untuk mereka.” Rasulullah S.A.W. bertanya “Ya Umar, apa yang kau tinggalkan?” Aku menjawab “Ya Rasulullah S.A.W., aku membagi segala yang kupunya dalam dua bagian. Aku meninggalkan setengah untuk keluargaku, dan aku memberikan setengahnya lagi untuk Allah dan rasul-Nya S.A.W.” Kemudian datanglah Abu Bakar dan dia membawa harta bendanya di bahunya. Aku tersenyum dan berkata dalam hati, “Hari ini aku dapat mengalahkan Abu Bakar R.A. dalam melakukan kebaikan dan bersedekah di jalan Allah S.W.T.”  Ketika Rasulullah S.A.W. melihat Abu Bakar R.A. membawa hartanya, Rasulullah S.A.W. bertanya “Ya Abu Bakar, apa yang kau bawakan untukku dan apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?”

Abu Bakar R.A. menjawab “Ya Rasulullah S.A.W., segala hal yang dimiliki tangan ini telah kubawakan untukmu dan aku meninggalkan Allah dan rasul-Nya untuk keluargaku. Allah yang akan menjaga keluargaku.” Segala harta yang dimilikinya dia korbankan untuk Islam.

Ketika Abu Bakar R.A. masuk Islam, dia mempunyai 40.000 dinar. Pada saat memeluk Islam hingga berhijrah, dia telah membelanjakan 35.000 dinar, bukan untuk dirinya, namun untuk Islam dan Nabi Muhammad S.A.W. Apa yang terjadi dengan 5.000 dinar sisanya? Dengarkanlah putrinya (Asma binti Abu Bakar)  meriwayatkan.

“Datanglah waktunya berhijrah, ayah kami pergi dengan Nabi Muhammad S.A.W. dan 5.000 dinar yang dia punya dibawanya dengan Nabi Muhammad S.A.W. Kakek kami, Abu Quhafa datang. Dia seorang buta dan dia bertanya “Wahai cucuku, kurasa dia telah pergi dan dia telah mengambil semua yang dia miliki.” Kujawab "Kakek, dia tidak melakukan ini dan meninggalkan cukup banyak harta.”  Kakekku buta. Aku mengambil beberapa batu dan aku menaruhnya di tempat dimana biasanya ayahku menyimpan koinnya. Aku mengambil sepotong kain dan untuk membungkus bebatuan itu.  Kemudian aku memegang tangan ayahku dan membuatnya menyentuh kain itu, kemudian aku berkata: ‘lihatlah dia meningggalkan cukup banyak (harta) untuk kita.’  Aku bersumpah demi Allah, ayah kami tidak meninggalkan apapun untuk anaknya, yang aku lakukan hanyalah menghibur kakek kami sehingga dia berpikir ayah kami meninggalkan sisa hartanya.”

Ketika berkenaan dengan Islam, semuanya dia disumbangkan. Dalam hadist Ibnu Umar, Nabi Muhammad S.A.W. sedang duduk-duduk dan ada Abu Bakar di sampingnya. Abu Bakar mengenakan sebuah pakaian yang dia ikatkan dengan dua buah batang kayu. Jibril A.S. turun dari langit dan menyampaikan salam dari Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W., kemudian dia bertanya “Ya Rasulullah S.A.W., kenapa aku melihat Abu Bakar mengenakan sebuah pakaian yang diikatkan dengan dua buah batang kayu?” 

Nabi Muhammad S.A.W. memberitahu Jibril “Ya Jibril, semua yang dimiliki orang ini telah dibelanjakan untukku dan Islam sehingga sekarang dia tak punya apa-apa, dan itulah mengapa kau melihatnya dalam kondisi seperti ini.”

Jibril A.S. berkata “Ya Muhammad S.A.W., sampaikanlah salam dari Allah kepada orang ini, dan sampaikan padanya bahwa Tuhanmu berfirman: ‘Wahai Abu Bakar, katakanlah, apakah kau merasa senang kepada Tuhanmu dalam kemiskinan ini, atau apakah kau tidak senang dan kecewa kepada Tuhanmu?’ 

Nabi S.A.W. menyampaikan pesan dan salam dari Allah kepada Abu Bakar R.A. Kemudian dia bertanya kepadanya “Wahai Abu Bakar, apakah kau merasa senang kepada Allah dengan kemiskinan ini, atau apakah kau tidak senang kepada Allah?” 

Air mata Abu Bakar mulai mengalir dan dia menjawab “Ya Rasulullah, apakah Abu Bakar marah kepada Tuhannya? Karena Abu Bakar tidak pernah marah kepada Tuhannya. Abu Bakar merasa senang dengan Allah, Abu Bakar merasa senang dengan Allah, Abu Bakar merasa senang dengan Allah dalam kemiskinan ini.”

Dia tidak membiarkan siapapun mencela Islam, bahkan anggota keluarganya sendiri. Diriwayatkan bahwa ketika Abu Quhafa (ayah Abu Bakar) masih dalam keadaan kafir, dia mencela Nabi Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. tidak dapat menoleransi hal ini dan dia menampar ayahnya. Ketika Nabi Muhammad S.A.W. diceritakan tentang kejadian ini dan dia memanggil Abu Bakar dan menanyakan tentang hal ini, inilah jawabannya:

“Ya Rasulullah S.A.W., pada waktu itu jiwaku sedang tidak bersamaku, andaikan jiwaku ada bersamaku, Ya Rasulullah S.A.W., maka aku akan MEMBUNUH ayahku karena mencelamu dengan kata-kata yang tidak pantas.”

Dalam hadist yang dicatat oleh Ibn Abi Syaibah, anaknya, Abdurrahman bin Abu Bakar, mengingatkannya tentang suatu kejadian dalam perang Uhud. Anaknya berkata “Ya ayah, aku melihatmu dalam perang Uhud ketika kau berdiri bersama orang-orang beriman, dan aku berharap dapat dengan mudah membunuhmu, tapi ketika aku berpikir dan mengingat bahwa kau adalah ayahku, maka aku menjauh.”

Abu Bakar R.A. menjawab “Wahai putraku, itulah dirimu, tapi inilah diriku. Andaikan aku melihatmu pada hari itu, maka aku tidak akan berpaling dan aku tak akan berpikir bahwa kau adalah anakku, karena pada saat itu kau dalam keadaan kafir dan kau berpihak pada orang-orang kafir, dan kau menjadi rintangan bagi din yang dibawa oleh Muhammad S.A.W., maka aku akan memisahkan kepalamu dari tubuhmu dan membunuhmu.”

Pada masa 6 tahun setelah berhijrah, orang-orang munafik menyebarkan gosip dan tuduhan palsu kepada ibunda kita, Aisyah R.A., mereka berkata bahwa Aisyah telah menodai kesucian dan kesalehannya. Nabi Muhammad S.A.W. begitu mencintai Aisyah R.A. Dan karena cinta yang dimiliki Nabi Muhammad S.A.W. kepada Aisyah R.A., di sangat bersedih karena mendengar tuduhan ini. Dan yang membuatnya lebih sulit adalah tidak ada wahyu dari Allah yang meluruskan tuduhan ini. Jadi hal ini menjadi begitu sulit bagi Aisyah R.A. dan Nabi Muhammad S.A.W. Bayangkanlah bagaimana kesulitan yang diderita oleh Aisyah R.A. pada waktu itu. Karena tuduhan palsu ini, Aisyah R.A. tidak menerima perhatian dan cinta yang biasanya diberikan oleh Nabi Muhammad S.A.W. karena pada saat itu dia begitu sedih.

Dan biasanya, ketika seorang wanita sedang dalam kesukaran dan dia mempunyai masalah, seorang wanita yang telah bersuami selalu kembali ke rumah ayah dan ibunya. Ibunda kita Aisyah R.A. meminta izin kepada Nabi Muhammad S.A.W. untuk pulang ke rumah ayahnya (Abu Bakar R.A.) dan ibunya. Rasulullah S.A.W. memberinya izin sehingga pulanglah Aisyah R.A. ke rumah orangtuanya. Mereka hidup dalam rumah dua tingkat. Ibunya ada di bawah sedangkan Abu Bakar R.A. ada di lantai atas. 

Ketika ibunya melihat Aisyah R.A. pulang ke rumah pada waktu yang tidak biasanya, ibunya khawatir dan dia bertanya:“Wahai Aisyah, apakah semuanya baik-baik saja? Kenapa kau pulang?” Aisyah menceritakan kejadiannya dan seakan-akan ibunya telah ditimpa oleh gunung, tapi dia tetap kuat dan teguh, dia menasihati anaknya untuk memberinya kekuatan “Wahai Aisyah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Ketika seorang wanita begitu dicintai oleh suaminya, apalagi seperti cintanya Rasulullah S.A.W. kepada Aisyah R.A., maka orang-orang kadang bicara buruk untuk menjatuhkan wanita itu di mata suaminya. Aisyah R.A. tidak merasa beban ini begitu berat. Karena begitu sedih, dia berteriak dan menangis. Ketika Abu Bakar R.A. mendengar jeritan putrinya, dia bergegas ke bawah. 

Ketika Abu Bakar mengetahui persoalannya, air mata mulai membasahi pipinya, kemudian dia berkata kepada putrinya “Kau akan pergi ke rumahmu sendiri. Pulanglah ke rumah, maka kami juga akan mengikutimu.”

Aisyah R.A. kembali ke rumah dan mereka mengikutinya. Aisyah R.A. jatuh sakit karena peristiwa ini. Karena begitu sedih dia menjadi demam dan dia berbaring di pangkuan ibunya. Setelah Ashar datanglah Nabi Muhammad S.A.W. dan dia bertanya kepada Aisyah R.A. tentang gosip dan tuduhan yang telah tersebar. Disana ada Abu Bakar R.A. dan Ummi Rumman R.A. (ayah dan ibu Aisyah R.A.)

Nabi Muhammad S.A.W. bertanya dan Aisyah mendekat kepada ibu dan ayahnya, dia berpikir bahwa disini dia akan dibela ibu dan ayahnya, dia berkata “Ya ayah, jawablah mewakili diriku. Kau yang membesarkanku, aku telah tinggal bersamamu selama bertahun-tahun, kau tahu kesalehan dan kesucianku. Wakililah diriku dan jawablah pertanyaan Nabi Muhammad S.A.W.”

Ketika tuduhan seperti ini ditujukan kepada putri mereka, orangtua mana yang tidak akan membela putrinya? Ditambah Aisyah R.A. bukanlah wanita biasa, kesalehan dan kesuciannya terkenal ke seluruh penjuru Arab. Tidak pernah ada noda yang datang pada dirinya dan tiba-tiba tersebarlah tuduhan palsu ini. Tentu orangtua manapun di dunia akan membela putrinya dalam situasi seperti ini. Tapi Abu Bakar dan Ummi Rumman tidak seperti kita, mereka adalah orang-orang dengan keimanan yang luar biasa dan mereka begitu mencintai Rasulullah S.A.W. Di satu sisi mereka dapat melihat putri mereka sedang bersedih, dan di sisi lainnya mereka tahu yang dialami Rasulullah S.A.W. Dan mereka lebih menyayangi Nabi Muhammad S.A.W. daripada 1.000 Aisyah sekalipun, sehingga mereka berkata “Ya Aisyah, kami tidak bisa mengatakan apa-apa tentang hal ini...” Inilah cinta yang Abu Bakar miliki untuk Nabi Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. lebih mencintai Nabi Muhammad S.A.W. daripada putrinya sendiri.

Umar R.A. meriwayatkan “Hanya satu hari bersama Abu Bakar lebih baik daripada Umar dan keluarga Umar, dan hanya satu malam bersama Abu Bakar lebih baik daripada Umar dan keluarga Umar.” Dan malam yang dia maksud disini adalah malam ketika Abu Bakar berhijrah bersama Nabi Muhammad S.A.W. Umar berkata “Abu Bakar R.A. pergi bersama Rasulullah S.A.W. pada saat berhijrah. Terkadang dia berjalan di depan, dan tiba-tiba dia berbalik dan berjalan di belakang Nabi Muhammad S.A.W.  Karena melihat ini, Nabi Muhammad S.A.W. bertanya kepada Abu Bakar “Ya Abu Bakar, ada apa, kenapa kau berjalan di depan kemudian kau tiba-tiba berlari ke belakang dan berjalan di belakang.” Dia menjelaskan “Ya Rasulullah S.A.W., tiba-tiba aku mengingat bahwa akan ada orang-orang yang mengejarmu, jadi untuk melindungimu, maka aku bergegas ke belakang. Tiba-tiba aku mengingat bahwa sebagian orang-orang kafir mungkin telah ada di depan dan  bersembunyi, maka aku bergegas ke depan untuk melindungimu misalnya ada orang yang ingin menyerangmu.”

Akhirnya mereka sampai di gua dan Abu Bakar R.A. berkata kepada Rasulullah S.A.W. “Ya Rasulullah, tunggu disini.” Abu Bakar memasukinya duluan dan dia membersihkan gua itu. Kemudian dia menutup semua lubang yang dapat dilihatnya, barulah dia meminta Nabi Muhammad S.A.W. untuk memasukinya dan meminta Nabi Muhammad S.A.W. untuk istirahat. Kemudian Nabi Muhammad S.A.W. beristirahat dengan menempatkan kepalanya di pangkuan Abu Bakar R.A.

Dalam hadist Imam Thabarani yang diriwayatkan Asma R.A., dia telah menutup semua lubang kecuali satu lubang. Dia menyadari bahwa mungkin terdapat binatang berbahaya di dalam lubang itu dan dia khawatir binatang itu akan keluar dan menggigit Nabi Muhammad S.A.W. ketika Nabi Muhammad S.A.W. sedang beristirahat, maka dia memasukkan tumitnya ke dalam lubang itu untuk menutupnya.

Tapi lubang itu ternyata adalah rumah bagi ular berbisa, dan ketika dia menempatkan tumitnya disana, ular itu menggigitnya. Bayangkanlah betapa luar biasa rasa sakitnya ketika Abu Bakar R.A. dipatuk oleh seekor ular. Abu Bakar pasrah dan dapat menerima jika memang dia harus mati karena dipatuk ular itu, namun dia tidak dapat menerima jika dia meringis dan bergerak untuk menahan rasa sakit itu, karena hal itu membuat Nabi Muhammad S.A.W. terbangun dari tidurnya. Dengan begitu dia tetap diam dan menahan rasa sakitnya. Tiba-tiba air matanya terjatuh mengenai wajah Rasulullah S.A.W., sehingga Rasulullah S.A.W. pun terbangun dan menyadari tentang apa yang terjadi. Kemudian Rasulullah S.A.W. mengoleskan ludahnya pada luka Abu Bakar R.A. sehingga bisa ular itu tidak berpengaruh apa-apa pada dirinya.

Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa ketika orang-orang kafir ada di sekitar gua itu, Nabi Muhammad S.A.W. pada saat itu sedang shalat, air mata mulai menetes dari mata Abu Bakar. Ketika Nabi Muhammad S.A.W. selesai shalat, Abu Bakar R.A. berkata “Ya Rasulullah S.A.W., biar kukorbankan orangtuaku, aku tidak menangis untuk diriku sendiri atau merasa takut bahwa aku akan terbunuh hari ini. Ya Rasulullah S.A.W. aku menangis karena mungkin saja kau berada dalam masalah sedangkan aku ada disini”, dan Abu Bakar tidak dapat menoleransi Rasulullah S.A.W. berada dalam masalah sedangkan dia ada disana.

Dan karena kecintaannya kepada Islam dan Rasulullah S.A.W. sehingga dia bisa tetap kuat dan teguh ketika para sahabat-sahabat lainnya sudah berputus asa. Jika kalian membaca buku hadist, kalian akan menyadari bahwa Abu Bakar R.A. begitu penyayang, hatinya lembut, ketika Nabi Muhammad S.A.W. berada di saat-saat terakhirnya, para sahabat datang dan berkata “Ya Rasulullah, sekarang waktunya shalat.” Nabi Muhammad S.A.W. bersabda “Katakan kepada Abu Bakar bahwa dia yang akan mengimami shalatnya.”

Apa yang dikatakan Aisyah R.A. pada saat itu? Aisyah R.A. menjelaskan “Ya Rasulullah S.A.W., biarlah Umar yang mengimami shalatnya. Abu Bakar sangat penyayang dan hatinya lembut, dia sering menangis ketika shalat, dan jika dia menangis maka para jamaah tidak akan dapat mendengar bacaannya, maka lebih baik jika kau menyuruh Umar.”

Dalam hadist lainnya ketika Nabi Muhammad S.A.W. meninggal, dia memberikan berdakwah. Dia menyebutkan "tahun lalu aku mendengar Rasulullah bersabda..." dia baru saja mengatakan kata-kata ini dan dia tidak dapat mengontrol dirinya, air matanya mengalir. Ketika mulai tenang dia kembali berkata “Tahun lalu aku mendengar Rasulullah bersabda...” dan lagi-lagi dia kehilangan kontrol dan air matanya mengalir.

Dan camkan ini dalam pikiran, bagaimana Abu Bakar R.A. dapat tetap kuat dan teguh, dan karena keteguhannya, maka agama Islam yang dibawa Rasulullah S.A.W. dapat tetap kuat seperti yang seharusnya. Hal ini tidak dapat kita pahami, dan kesukaran yang dialaminya begitu besar sampai-sampai ibunda kita meriwayatkan: “Ketika Nabi Muhammad S.A.W. wafat, ayahku mengalami kesukaran dan permasalahan yang luar biasa, andaikan masalah itu jatuh ke atas gunung yang besar, maka gunung itu akan hancur dan berubah menjadi debu.”

Ketika Nabi Muhammad S.A.W. wafat, menurut kalian bagaimana perasaan para sahabat? Ketika Nabi Muhammad S.A.W. wafat, apa yang mereka alami? Ketika anggota keluarga kita wafat, apa yang kita rasakan? Betapa sedihnya kita pada saat orang terdekat kita meninggal, menurut kalian bagaimana perasaan para sahabat ketika Nabi Muhammad S.A.W. wafat? Karena ini bukanlah wafatnya seorang manusia biasa, ini adalah wafatnya makhluk terbaik ciptaan Allah. Bahkan para sahabat tidak tahan berpisah dengannya bahkan sedetik pun, seseorang yang lebih mereka cintai daripada diri mereka, keluarga, anak-anak mereka, dan segalanya.

Seorang sahabat pernah berkata “Ya Rasulullah S.A.W., ayahku berpihak pada musuh, dia mencelamu, aku tidak dapat menoleransi ini, sehingga aku memenggal kepalanya dari tubuhnya.”

Sahabat kedua datang pada waktu berjihad dengan membawa anaknya dalam balutan kain, “Ya Rasulullah, aku tahu dia adalah putraku, dia tidak dapat berperang, aku tahu dia tidak dapat berjihad, aku tahu dia tidak dapat memegang pedang, tapi ya Rasulullah, ambillah putraku ini dan gunakan dia sebagai tameng, kapanpun orang-orang kafir datang dari kanan, maka gunakan dia sebagai tameng, kapanpun orang-orang kafir datang dari kiri, maka gunakan dia sebagai tameng.”

Sahabat ketiga datang dan dia berdiri melindungi Rasulullah S.A.W. ketika orang-orang kafir menyerang Rasulullah S.A.W., sahabat ini yang menahan panah dan tebasan pedang dengan dadanya.”

Sahabat keempat datang dan berkata “Ya Rasulullah S.A.W. kau lebih kusayangi daripada jiwaku, kau lebih kusayangi daripada keluarga dan anak-anakku, ketika aku berada di rumah dan memikirkanmu, maka aku menjadi gelisah sampai aku datang dan melihatmu, aku tahu suatu hari kau akan wafat, dan aku juga akan wafat. Ketika kau wafat, karena derajatmu yang mulia, maka kau akan bersama para anbiyya. Ya Rasulullah, apa yang akan terjadi dengan diriku, karena ketika aku masuk surga maka aku tidak akan bisa melihatmu. Ya Rasulullah, hanya karena memikirkan perpisahan ini membuatku begitu sedih.”

Ketika Rasulullah S.A.W. meludah, mereka akan berlomba-lomba ke tanah bekasnya dan mereka akan membasuhkan tanah itu ke tubuh dan wajah mereka.

Seperti yang diriwayatkan bahwa tidak pernah ada seorang budak yang begitu setia pada tuannya, bagaikan setianya para sahabat kepada Nabi Muhammad S.A.W. Dan camkan ini, bagaimana menurut kalian yang dirasakan para sahabat ketika Nabi Muhammad S.A.W. wafat?

Inilah mengapa ketika kita membaca kitab hadist dan sirah, kita tahu bahwa sampai-sampai Ustman R.A. tidak bergerak, dia tidak sadar apa yang terjadi ketika Rasulullah S.A.W. wafat, Ali R.A. jatuh pingsan, seorang sahabat yang merupakan orang Badui menengadahkan tangannya dan berdo’a “Ya Allah, mata ini sehingga aku bisa melihat rasul-Mu yang dirahmati, telinga ini sehingga aku bisa mendengar suaranya yang dirahmati, tapi sekarang dia tak ada lagi, jadi apa gunanya mata dan telinga ini?” Do’anya dikabulkan sehingga sejak saat itu dia menjadi buta.

Seorang sahabat berkata “Andai saja kita tidak perlu melihat hari ini, anda saja kita telah wafat sebelum hari ini.”

Inilah situasi umumnya bagi umat Muslim. Sekarang lihatlah situasinya untuk Abu Bakar R.A. Ketika ini terjadi, hati para sahabat hancur, mereka sangat bersedih dan berputus asa. Abu Bakar datang. Ini hari terakhir kehidupan Rasulullah S.A.W. Nabi Muhammad S.A.W. menyuruhnya untuk mengimami shalat. Dia mengimami orang-orang beriman dalam shalat. Kemudian dia datang dan meminta izin kepada Nabi Muhammad S.A.W. Dia pergi pulang ke rumahnya sebentar untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kemudian ketika dia kembali, dia mendengar kabar bahwa Nabi Muhammad S.A.W. telah wafat. Air matanya mengalir dan kata-kata yang meluncur dari bibirnya adalah “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un (kita adalah milik Allah dan kepada Allah kita akan kembali).” 

Dia bergegas dan akhirnya tersadar bahwa berita ini telah membuat para sahabat hancur sampai-sampai sahabat terkuat, yaitu Umar bin Khatab R.A., dia berdiri dengan menggenggam sebuah pedang di tangannya dan berkatac“Para kafir berkata bahwa Nabi Muhammad S.A.W. telah wafat, Demi Allah dia belum meninggal. Dia belum kembali menemui Tuhannya. Demi Allah, jika siapapun mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah meninggal, maka aku akan memenggal kepala mereka.

Jika bahkan Umar R.A. hancur, maka menurut kalian bagaimana perasaan para sahabat yang memiliki hati lembut dan sahabat-sahabat yang lemah? Jika dalam situasi seperti ini Abu Bakar hancur, maka dapat dimaklumi karena dia orang yang paling dicintai Nabi Muhammad S.A.W.

Ketika Nabi Muhammad S.A.W. ditanya “Siapa orang yang paling kau cintai?” Jawabannya adalah “Aku paling mencintai Abu Bakar.”

  • Dia paling mencintai Nabi Muhammad S.A.W. 
  • Dialah orang yang bersama Nabi Muhammad S.A.W. sejak masa kecil.
  • Dialah orang pertama yang beriman kepada Nabi Muhammad S.A.W.
  • Dialah satu-satunya yang menerima dan beriman ketika orang-orang mencelanya.  
  • Dialah satu-satunya orang yang rumahnya selalu dikunjungi Nabi Muhammad S.A.W. setiap pagi dan sore. 
  • Dialah orang yang sering dimintai pendapat oleh Nabi Muhammad S.A.W.
  • Dialah orang yang paling sering bersama Nabi Muhammad S.A.W. dalam setiap momen, 
  • Dia bersama Nabi Muhammad dalam perang Uhud, Badar, Khandaq, dan perang-perang lainnya.

Jadi dalam situasi seperti ini, jika Abu Bakar R.A. hancur maka dapat dimaklumi. Tapi lihatlah bagaimana Abu Bakar R.A. Dia datang dan meminta izin kepada istri Rasulullah (Aisyah R.A.). Dia memasuki rumahnya dan Nabi Muhammad S.A.W. berbaring di sudut ruangan dengan diselubungi kafan. Dia datang dan membuka kafannya, dia berlutut dan mencium wajah Nabi Muhammad S.A.W. yang dirahmati dan air matanya mengalir. Kemudian dia berkata “Umar bin Khatab salah. Nabi Muhammad S.A.W. telah meninggalkan dunia, dia telah meninggal. Ya Rasulullah, Allah merahmatimu.”

Ketika melihat situasi yang sulit menimpa para sahabat dan umat Muslim, dia pergi dan menuju masjid untuk berceramah dan menguatkan umat Muslim, menasihati mereka, dan menyemangati mereka kembali.

Dia berkata “Wahai sahabat-sahabatku, Nabi Muhammad S.A.W. telah memberitahu kalian bahwa dia akan pergi meninggalkan dunia ini. Allah telah berfirman pada kalian ketika Nabi Muhammad S.A.W. masih hidup. Allah juga telah berfirman bahwa kalian juga akan mati. Bukankah Allah S.W.T. telah berfirman: Segalanya akan merasakan akhir, hanya Tuhanmu yang tetap hidup. Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian.’ Wahai orang-orang yang menyembah Allah. Allah Yang Maha Kuasa tetap hidup dan tak pernah mati. Rasulullah S.A.W. sudah wafat, takutlah kepada Allah Yang Maha Kuasa dan berpegang teguhlah kepada Islam.”

Baru setelah ceramah inilah para sahabat R.A. mulai bisa mengatasi kesedihan mereka, bahkan ketika Abu Bakar membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, Umar R.A. berkata “Seakan-akan ayat Al-Qur'an ini belum diwahyukan sebelum ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar